Tuesday, April 9, 2013

Mengenal Kelebihan teknologi Common Rail pada Spin Diesel

SIAPA sih yang tak kesal kalau tiba-tiba saja tersambar kepulan asap hitam pekat yang tebal dan berbau tajam saat berkendara di jalan raya. Apalagi jika kepluan asap itu sampai menutupi pandangan di depan kendaraan. Pasti, Anda segera mengeluarkan sumpah serapah dan umpatan. Biasanya orang yang paham menambahkan celetukan, “Dasar mobil diesel!”

Memang mesin diesel yang berbahan bakar solar terkenal suka menyemburkan asap hitam dari knalpot. Namun, reputasi itu bakal luntur. Para ahli otomotif telah mengembangkan teknologi Common-Rail Direct Injection (CRDI), hasil kerja sama antara Bosch Jerman dengan beberapa pabrik mobil di negara-negara Eropa.

Dibandingkan dengan bensin, solar memiliki kualitas yang lebih rendah. Partikel solar lebih berat sehingga lebih sulit hancur saat proses pembakaran. Itu sebabnya asap sisa pembakaran masih pekat.
Sekarang ini dunia otomotif di Indonesia mendapatkan mesin pendatang baru yaitu mesin diesel bertipe common rail. Untuk kendaraan rakitan Indonesia, dimulai dengan datangnya Mercedes Benz C270 CDI Avantgarde yang diproduksi terbatas pada tahun 2002. Lalu menyusul Toyota Kijang Inova Diesel dengan teknologi DID4 yaitu kepanjangan dari Direct Injection Diesel, diikuti dengan Ford Everest lansiran 2007 keatas dan seterusnya. Sedangkan untuk versi build up nya semua kendaraan premium yang memakai mesin diesel sudah menggunakan tipe common rail dengan ciri bunyi mesin diesel yang nyaris tidak terdengar.
Apa sih sebenarnya mesin diesel common rail itu?
Mesin diesel common rail adalah mesin diesel generasi terbaru dimana bahan bakar solar dimampatkan dengan tekanan yang sangat tinggi oleh electric fuel pump kedalam suply bahan bakar bersama (common) dan kemudian disemprotkan kedalam ruang bakar.
Proses pembakaran menjadi jauh lebih cepat dan sempurna. Suhu pembakaran yang lebih tinggi ternyata dapat mengurangi waktu untuk memanaskan catalytic converter. Hasilnya berupa pembakaran yang lebih ramah lingkungan.
Scuto

Dahulu kala mesin diesel hanya pantas digunakan oleh kendaraan besar saja karena bunyinya yang sangat keras. Tapi dengan teknologi common rail, maka mesin diesel menjadi sangat halus, lebih efisien, memiliki dimensi yang lebih kompak dan lebih mudah dioperasikan. Dengan teknologi common rail mesin diesel dapat digunakan oleh mobil-mobil penumpang bahkan mobil mewah sekalipun.

Sisi menarik lainnya adalah menurunnya gas buang dan juga suara bising ketimbang mesin diesel konvensional. Emisi gas CO2 berkurang 20%, pengeluaran Nox dan CO (karbon monoksida) berkurang 40%. Paling menarik, jumlah partikel hidrokarbon yang terbakar meningkat hampir 50%.

 Skema bahan bakar Diesel Common Rail



Cara kerja common rail layaknya seperti konsep hidup bersama. Dalam hal ini, semua injektor yang bertugas memasok solar langsung ke dalam mesin, menggunakan satu wadah atau rel yang sama dari Pompa Injector. Caranya sama dengan yang digunakan pada sistem injeksi bensin. Sedangkan mesin diesel konvensional, setiap injektor memiliki pasokan solar sendiri-sendiri langsung dari pompa injeksi. (perhatikan skema)

Tekanan bahan bakar dalam rel sangat tinggi. Sekarang, yaitu common rail generasi ke-3, tekananya sudah mencapai 1800 bar. Kalau dikonversi ke PSI yang masih digunakan sekarang menjadi 26.100 PSI. Bandingkan dengan tekanan ban 30 PSI. Atau tabung elpiji 25 bar dan CNG 200 bar. Dengan tekanan setinggi tersebut, pengabutan yang dihasilkan tentu saja semakin bagus. Pembakaran yang dihasil menjadi lebih dan kerja mesin makin efisien. That's Why mesin Diesel Common Rail Direct Injection macem Ford Ranger/Nissan Navara/Chevrolet Captiva VCDI dan Chevrolet SPIN lebih terlihat minim asap hitam ketimbang mesin Diesel Jadul.

Baca Juga :
- Kelebihan Mitsubishi Mirage, mengenal lebih dekat
-Mengenal Kelebihan Teknologi VGT pada New Pajero Sport
-Fitur Cerdas, Tenaga Besar : Mitsubishi New Pajero Sport